1.
SEJARAH MAKAM IMOGIRI
Ketika Sinuhun Hanyokrowati (Sinuhun Sedo Krapyak)
meninggal, maka puteranya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom pada waktu sedo
itu sedang pergi tirakat ke pegunungan Selatan. Sehingga sebagai wakil pemegang
pemerintahan ialah Gusti Pangeran Martopuro. Sesudah setahun lamanya ia
bertirakat, maka ia pulang dari pegunungan tersebut sebab sudah sedikit lama
dicari-cari oleh penghulu Katangan, tapi sebelum menjadi penghulu. Pada tahun
1627, ia masuk ke kerajaan dan pemegang kekuasaan Mataram saat itu ialah Prabu
Hanyokrokusumo.
Sesudah itu Pangeran Martopuro pergi meninggalkan kerajaan
menuju Ponorogo. Atas permintaan rakyat maka wakil dari Pangeran Adipati Anom,
yaitu Pangeran Purboyo memerintahkan penghulu Ketegan untuk mencari Pangeran
Adipati Anom.
Akhirnya terdapatlah Pangeran Adipati Anom sedang bertapa di
Gunung Kidul, kemudian ia dibawa pulang ke kerajaan.
Sesudah itu, Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi Raja
Kerajaan Mataram. Ia adalah raja yang cerdik dan pandai sehingga rakyatnya
maupun makhluk halus serta jin takluk dan tunduk atas kekuasaannya dan Negeri
Mataram terkenal sebagai pelindung penyakit.
Karena bijaksananya, maka setiap hari Jumat, ia dapat pergi
sujud ke Mekkah dengan secepat kilat. Sesudah 5 tahun ia memerintah,
kerajaannya dipindahkan ke Kerta-Plered dan selanjutnya Kanjeng Sultan ingin
memulai membuat makam di Pegunungan Girilaya yang terletak di sebelah Timur
Laut Imogiri yang dipergunakan sebagai makam raja. Tetapi sebelum makam itu
selesai, pamannya yaitu Gusti Pangeran Juminah lebih dulu mengajukan
permintaan. Kemudian Sinuhun merasa kecewa.
Tidak lama kemudian, pamannya meninggal seketika. Sesudah
pamannya meninggal, Kanjeng Sultan Agung melemparkan pasir yang berasal dari
Mekkah yang akhirnya pasir tersebut jatuh di Pegunungan Merak dan seterusnya
Sinuhun segera membuat makam raja di pegunungan yang besar dan tinggi tersebut.
2.
FILOSOPI JUYMLAH TANGGA
Sebelum memasuki makam raja, terdapat banyak anak tangga
yang lebarnya sekitar 4 meter dengahn kemiringan 45 derajat yang menghubungkan
permukiman dengan makam. Anak tangga di Permakaman Imogiri berjumlah 409 anak
tangga. Menurut mitos yang dipercayai oleh sebagian masyarakat, jika pengunjung
berhasil menghitung jumlah anak tangga dengan benar, maka semua keinginannya
akan terkabul. Sebagian anak tangga memiliki arti tertentu, yaitu:
Anak tangga dari
permukiman menuju daerah dekat masjid berjumlah 32 anak tangga. Jumlah anak
tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun pada tahun 1632.
Anak tangga dari
daerah dekat masjid menuju pekarangan masjid berjumlah 13 anak tangga. Jumlah
anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung diangkat sebagai raja Mataram
pada tahun 1613.
Anak tangga dari
pekarangan masjid menuju tangga terpanjang berjumlah 45 anak tangga. Jumlah
anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung wafat pada tahun 1645.
Anak tangga
terpanjang berjumlah 346 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa
makam Imogiri dibangun selama 346 tahun.
Anak tangga di
sekitar kolam berjumlah 9 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan
Walisongo.
3.
SUASANA MAKAM IMOGIRI
MAGIS
4.
GAPURA SUPIT URANG
Sebelum memasuki makam Sultan Agung
terdapat tiga gapura yang melambangkan tiga tahapan hidup manusia, yaitu: alam
rahim, alam duniawi, dan alam kubur. Gerbang pertama bercorak bangunan hindu
yang terbuat dari susunan batu bata merah tanpa semen dengan bentuk Candi
Bentar dan diberinama Gapura Supit Urang. Di bagian dalam gerbang pertama
terdapat dua buah paseban yang berada di sisi Barat dan Timur gerbang.
5.
PENDOPO SUPIT URANG
6.
TEMPAYAN MAKAM IMOGIRI
Sebelum memasuki areal makam Sultan Agung,
terdapat empat buah tempayan yang berada di atas gerbang kedua.
Tempayan-tempayan ini merupakan pemberian dari empat kerajaan kepada Sultan
Agung.
Tempayan pertama yang terletak di sisi Barat merupakan pemberian dari
Kerajaan Sriwijaya (Palembang) yang diberi nama Nyai Danumurti.
Tempayan kedua merupakan pemberian dari Kerajaan Samudera Pasai (Aceh)
yang diberi nama Kyai Danumaya.
Tempayan ketiga merupakan pemberian dari Kerajaan Ngerum (Turki) yang
diberi nama Kyai Mendung'.
Tempayan keempat merupakan pemberian dari Kerajaan Siam (Thailand) yang
diberi nama Nyai Siyem.
Oleh Sultan Agung, keempat tempayan ini
diisi air yang dipergunakan untuk berwudhu. Air dari keempat tempayan tersebut
disebut air suci dan memiliki khasiat yang dapat memberi kekuatan dan sarana
pengobatan. Pada awalnya tidak sembarang orang yang dapat meminum air dari
tempayan-tempayan tersebut. Saat terjadinya Serangan Umum 1 Maret di
Yogyakarta, Presiden Soekarno mengirimkan surat kepada Sri Sultan
Hamengkubuwana IX agar prajurit TNI yang bertempur di Yogyakarta diperbolehkan
untuk meminum air suci tempayan tersebut. Sultan memperbolehkan para prajurit untuk
meminum air tersebut. Usai meminum air tersebut, kekuatan prajurit bertambah
sehingga dapat memenangkan pertempuran melawan Belanda.
Saat ini, masyarakat umum dapat
diperbolehkan meminum air suci dari tempayan tersebut melalui juru kunci makam.
Air ini bisa diambil selama masih ada air yang tersisa di dalam tempayan
tersebut, karena tidak sembarang hari tempayan-tempayan ini dapat diisi air.
Upacara khusus untuk mengisi keempat tempayan ini dengan air yang dilakukan
setahun sekali dinamakan Nguras Enceh. Upacara ini dilaksanakan setiap Jumat
Kliwon di bulan Sura (Muharam). Jika di bulan tersebut tidak ada hari Jumat
Kliwon, maka upacara pengisian air ini dapat dilaksanakan pada hari Selasa
Kliwon. Bagi yang mempunyai kepercayaan (percaya), air tersebut dapat menjadi
sarana tolak bala serta dapat digunakan sebagai perantara untuk mengobati
berbagai penyakit. Bagi pengunjung yang ingin mengambil air suci dan membawanya
pulang, diperbolehan dengan beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut, yaitu:
Pertama, yang memebawa air tersebut harus menyimpannya dengan baik.
Kedua, sebelum diminum harus membaca Surah Al-Fatihah dan Surah
Al-Ikhlas masing-masing tiga kali untuk Sultan Agung.
Ketiga, jika ingin membawanya pulang, pengunjung diminta memberikan sumbangan
seikhlasnya (Uang sumbangan ini digunakan untuk membantu pembiayaan upacara
Nguras Enceh).
Air suci tersebut jika dibawa pulang,
khasiatnya dapat bertahan selama satu tahun, terhitung sejak diambil dari
tempayan. Air suci tersebut dapat dicampur, namun harus menggunakan air mentah.
Karena, jika dicampur dengan air yang sudah dimasak, khasiat dari air suci ini
akan hilang.
sumber : wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar