Selasa, 22 Desember 2015

SEJARAH DAN MISTERI CANDI IJO








Menyusuri jalan menuju bagian selatan kompleks Istana Ratu Boko adalah sebuah perjalanan yang mengasyikkan, terutama bagi penikmat wisata budaya. Bagaimana tidak, bangunan candi di sana bertebaran bak cendawan di musim hujan. Satu diantaranya yang belum banyak menjadi perbincangan adalah Candi Ijo, sebuah candi yang letaknya paling tinggi di antara candi-candi lain di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Candi Ijo dibangun sekitar abad ke-9, di sebuah bukit yang dikenal dengan Bukit Hijau atau Gumuk Ijo yang ketinggiannya sekitar 410 m di atas permukaan laut. Karena ketinggiannya, maka bukan saja bangunan candi yang bisa dinikmati tetapi juga pemandangan alam di bawahnya berupa teras-teras seperti di daerah pertanian dengan kemiringan yang curam. Meski bukan daerah yang subur, pemandangan alam di sekitar candi sangat indah untuk dinikmati.
Kompleks candi terdiri dari 17 struktur bangunan yang terbagi dalam 11 teras berundak. Teras pertama sekaligus halaman menuju pintu masuk merupakan teras berundak yang membujur dari barat ke timur. Bangunan pada teras ke-11 berupa pagar keliling, delapan buah lingga patok, empat bangunan yaitu candi utama, dan tiga candi perwara. Peletakan bangunan pada tiap teras didasarkan atas kesakralannya. Bangunan pada teras tertinggi adalah yang paling sakral.
Ragam bentuk seni rupa dijumpai sejak pintu masuk bangunan yang tergolong candi Hindu ini. Tepat di atas pintu masuk terdapat kala makara dengan motif kepala ganda dan beberapa atributnya. Motif kepala ganda dan atributnya yang juga bisa dijumpai pada candi Buddha menunjukkan bahwa candi itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan Hindu dan Buddha. Beberapa candi yang memiliki motif kala makara serupa antara lain Ngawen, Plaosan dan Sari.
Ada pula arca yang menggambarkan sosok perempuan dan laki-laki yang melayang dan mengarah pada sisi tertentu. Sosok tersebut dapat mempunyai beberapa makna. Pertama, sebagai suwuk untuk mngusir roh jahat dan kedua sebagai lambang persatuan Dewa Siwa dan Dewi Uma. Persatuan tersebut dimaknai sebagai awal terciptanya alam semesta. Berbeda dengan arca di Candi Prambanan, corak naturalis pada arca di Candi Ijo tidak mengarah pada erotisme.
Menuju bangunan candi perwara di teras ke-11, terdapat sebuah tempat seperti bak tempat api pengorbanan (homa). Tepat di bagian atas tembok belakang bak tersebut terdapat lubang-lubang udara atau ventilasi berbentuk jajaran genjang dan segitiga. Adanya tempat api pengorbanan merupakan cermin masyarakat Hindu yang memuja Brahma. Tiga candi perwara menunjukkan penghormatan masyarakat pada Hindu Trimurti, yaitu Brahma, Siwa, dan Whisnu.
Salah satu karya yang menyimpan misteri adalah dua buah prasasti yang terletak di bangunan candi pada teras ke-9. Salah satu prasasti yang diberi kode F bertuliskan Guywan atau Bluyutan berarti pertapaan. Prasasti lain yang terbuat dari batu berukuran tinggi 14 cm dan tebal 9 cm memuat mantra-mantra yang diperkirakan berupa kutukan. Mantra tersebut ditulis sebanyak 16 kali dan diantaranya yang terbaca adalah "Om Sarwwawinasa, Sarwwawinasa." Bisa jadi, kedua prasasti tersebut erat dengan terjadinya peristiwa tertentu di Jawa saat itu. Apakah peristiwanya? Hingga kini belum terkuak.
Mengunjungi candi ini, anda bisa menjumpai pemandangan indah yang tak akan bisa dijumpai di candi lain. Bila menghadap ke arah barat dan memandang ke bawah, anda bisa melihat pesawat take off dan landing di Bandara Adisutjipto. Pemandangan itu bisa dijumpai karena Pegunungan Seribu tempat berdiri candi ini menjadi batas bagian timur bandara. Karena keberadaan candi di pegunungan itu pula, landasan Bandara Adisutjipto tak bisa diperpanjang ke arah timur.
Setiap detail candi menyuguhkan sesuatu yang bermakna dan mengajak penikmatnya untuk berefleksi sehingga perjalanan wisata tak sekedar ajang bersenang-senang. Adanya banyak karya seni rupa hebat tanpa disertai nama pembuatnya menunjukkan pandangan masyarakat Jawa saat itu yang lebih menitikberatkan pada pesan moral yang dibawa oleh suatu karya seni, bukan si pembuat atau kemegahan karya seninya.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Singgih Dwi Cahyanto
Copyright © 2006 YogYES.COM

SEJARAH MAKAM IMOGIRI



1.       SEJARAH MAKAM IMOGIRI
Ketika Sinuhun Hanyokrowati (Sinuhun Sedo Krapyak) meninggal, maka puteranya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom pada waktu sedo itu sedang pergi tirakat ke pegunungan Selatan. Sehingga sebagai wakil pemegang pemerintahan ialah Gusti Pangeran Martopuro. Sesudah setahun lamanya ia bertirakat, maka ia pulang dari pegunungan tersebut sebab sudah sedikit lama dicari-cari oleh penghulu Katangan, tapi sebelum menjadi penghulu. Pada tahun 1627, ia masuk ke kerajaan dan pemegang kekuasaan Mataram saat itu ialah Prabu Hanyokrokusumo.
Sesudah itu Pangeran Martopuro pergi meninggalkan kerajaan menuju Ponorogo. Atas permintaan rakyat maka wakil dari Pangeran Adipati Anom, yaitu Pangeran Purboyo memerintahkan penghulu Ketegan untuk mencari Pangeran Adipati Anom.
Akhirnya terdapatlah Pangeran Adipati Anom sedang bertapa di Gunung Kidul, kemudian ia dibawa pulang ke kerajaan.
Sesudah itu, Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi Raja Kerajaan Mataram. Ia adalah raja yang cerdik dan pandai sehingga rakyatnya maupun makhluk halus serta jin takluk dan tunduk atas kekuasaannya dan Negeri Mataram terkenal sebagai pelindung penyakit.
Karena bijaksananya, maka setiap hari Jumat, ia dapat pergi sujud ke Mekkah dengan secepat kilat. Sesudah 5 tahun ia memerintah, kerajaannya dipindahkan ke Kerta-Plered dan selanjutnya Kanjeng Sultan ingin memulai membuat makam di Pegunungan Girilaya yang terletak di sebelah Timur Laut Imogiri yang dipergunakan sebagai makam raja. Tetapi sebelum makam itu selesai, pamannya yaitu Gusti Pangeran Juminah lebih dulu mengajukan permintaan. Kemudian Sinuhun merasa kecewa.
Tidak lama kemudian, pamannya meninggal seketika. Sesudah pamannya meninggal, Kanjeng Sultan Agung melemparkan pasir yang berasal dari Mekkah yang akhirnya pasir tersebut jatuh di Pegunungan Merak dan seterusnya Sinuhun segera membuat makam raja di pegunungan yang besar dan tinggi tersebut.
2.       FILOSOPI JUYMLAH TANGGA
Sebelum memasuki makam raja, terdapat banyak anak tangga yang lebarnya sekitar 4 meter dengahn kemiringan 45 derajat yang menghubungkan permukiman dengan makam. Anak tangga di Permakaman Imogiri berjumlah 409 anak tangga. Menurut mitos yang dipercayai oleh sebagian masyarakat, jika pengunjung berhasil menghitung jumlah anak tangga dengan benar, maka semua keinginannya akan terkabul. Sebagian anak tangga memiliki arti tertentu, yaitu:
    Anak tangga dari permukiman menuju daerah dekat masjid berjumlah 32 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun pada tahun 1632.
    Anak tangga dari daerah dekat masjid menuju pekarangan masjid berjumlah 13 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung diangkat sebagai raja Mataram pada tahun 1613.
    Anak tangga dari pekarangan masjid menuju tangga terpanjang berjumlah 45 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung wafat pada tahun 1645.
    Anak tangga terpanjang berjumlah 346 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun selama 346 tahun.
    Anak tangga di sekitar kolam berjumlah 9 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan Walisongo.
3.       SUASANA MAKAM IMOGIRI
MAGIS

4.       GAPURA SUPIT URANG
Sebelum memasuki makam Sultan Agung terdapat tiga gapura yang melambangkan tiga tahapan hidup manusia, yaitu: alam rahim, alam duniawi, dan alam kubur. Gerbang pertama bercorak bangunan hindu yang terbuat dari susunan batu bata merah tanpa semen dengan bentuk Candi Bentar dan diberinama Gapura Supit Urang. Di bagian dalam gerbang pertama terdapat dua buah paseban yang berada di sisi Barat dan Timur gerbang.

5.       PENDOPO SUPIT URANG

6.       TEMPAYAN MAKAM IMOGIRI

Sebelum memasuki areal makam Sultan Agung, terdapat empat buah tempayan yang berada di atas gerbang kedua. Tempayan-tempayan ini merupakan pemberian dari empat kerajaan kepada Sultan Agung.

    Tempayan pertama yang terletak di sisi Barat merupakan pemberian dari Kerajaan Sriwijaya (Palembang) yang diberi nama Nyai Danumurti.
    Tempayan kedua merupakan pemberian dari Kerajaan Samudera Pasai (Aceh) yang diberi nama Kyai Danumaya.
    Tempayan ketiga merupakan pemberian dari Kerajaan Ngerum (Turki) yang diberi nama Kyai Mendung'.
    Tempayan keempat merupakan pemberian dari Kerajaan Siam (Thailand) yang diberi nama Nyai Siyem.

Oleh Sultan Agung, keempat tempayan ini diisi air yang dipergunakan untuk berwudhu. Air dari keempat tempayan tersebut disebut air suci dan memiliki khasiat yang dapat memberi kekuatan dan sarana pengobatan. Pada awalnya tidak sembarang orang yang dapat meminum air dari tempayan-tempayan tersebut. Saat terjadinya Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengirimkan surat kepada Sri Sultan Hamengkubuwana IX agar prajurit TNI yang bertempur di Yogyakarta diperbolehkan untuk meminum air suci tempayan tersebut. Sultan memperbolehkan para prajurit untuk meminum air tersebut. Usai meminum air tersebut, kekuatan prajurit bertambah sehingga dapat memenangkan pertempuran melawan Belanda.

Saat ini, masyarakat umum dapat diperbolehkan meminum air suci dari tempayan tersebut melalui juru kunci makam. Air ini bisa diambil selama masih ada air yang tersisa di dalam tempayan tersebut, karena tidak sembarang hari tempayan-tempayan ini dapat diisi air. Upacara khusus untuk mengisi keempat tempayan ini dengan air yang dilakukan setahun sekali dinamakan Nguras Enceh. Upacara ini dilaksanakan setiap Jumat Kliwon di bulan Sura (Muharam). Jika di bulan tersebut tidak ada hari Jumat Kliwon, maka upacara pengisian air ini dapat dilaksanakan pada hari Selasa Kliwon. Bagi yang mempunyai kepercayaan (percaya), air tersebut dapat menjadi sarana tolak bala serta dapat digunakan sebagai perantara untuk mengobati berbagai penyakit. Bagi pengunjung yang ingin mengambil air suci dan membawanya pulang, diperbolehan dengan beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut, yaitu:

    Pertama, yang memebawa air tersebut harus menyimpannya dengan baik.
    Kedua, sebelum diminum harus membaca Surah Al-Fatihah dan Surah Al-Ikhlas masing-masing tiga kali untuk Sultan Agung.
    Ketiga, jika ingin membawanya pulang, pengunjung diminta memberikan sumbangan seikhlasnya (Uang sumbangan ini digunakan untuk membantu pembiayaan upacara Nguras Enceh).

Air suci tersebut jika dibawa pulang, khasiatnya dapat bertahan selama satu tahun, terhitung sejak diambil dari tempayan. Air suci tersebut dapat dicampur, namun harus menggunakan air mentah. Karena, jika dicampur dengan air yang sudah dimasak, khasiat dari air suci ini akan hilang.

sumber : wikipedia.com

BERKELILING DENGAN BECAK DI MALIOBORO



BERKELILING DI MALIOBORO DENGAN BECAK


Malioboro, adalah wisata yang sangat terkenal di jogja. Belum ke jogja namanya kalau belum mengunjungi tempat istimewa ini. Malioboro terkenal dengan keramaiannya di malam hari. Di pinggiran sepanjang Jl. Malioboro setiap malam minggu pasti ada pertunjukan angklung yang dimainkan banyak orang. Hal ini sangat menarik wisatawan.
 Malioboro ini bila kita berjalan dari ujung pasar kembang sampai ujung yaitu museum vendreburg lumayan jauh. Disana banyak sekali penyedia transportasi tradisional yang yang dapat kita manfaatkan. Diantaranya adalah andong dan becak. Tariff untuk sekali naik andong berkeliling malioboro yaitu Rp. 50.000 sedangkan naik becak hanya Rp. 25.000. karena tariff andong yang mahal saya memutuskan naik becak. Saya naik dari jalan dagen diantar berkeliling sampai Bank Indonesia muter ke arah barat lalu kembali ke Jl. Dagen. Persisnya di depan Malioboro Mall. Sepanjang jalan mengitari Malioboro saya dapat melihat-lihat apa saja yang ada di malioborotanpa harus capek berjalan kaki. Waktu itu adalah sore hari tepatnya jam 17.00, udara jogja sore hari ditambah hembusan angin sepo-sepoi, sungguh pengalaman naik becak yang tidak saya lupakan.
Untuk pembaca yang akan mengunjungi kota jogja dan pastinya mampir di malioboro. Jika kalian ingin berkeliling tanpa ingin capek, kalian bisa menyewa jasa becak ini. Hitung-hitung berbagi rejeki. Sensasi naik becak di malioboro murah dan pastinya ramah lingkungan. Meskipun  saya sekarang sudah tinggal di jogja tapi masih pengen naik becak di malioboro lagi. Naik becak istimewa di kota istimewa :) 

 


Sabtu, 19 Desember 2015

MISTERI MAKAM PANGERAN SAMUDRO



MAKAM PANGERAN SAMUDRO

1.      Deskripsi
Gunung Kemukus adalah kawasan berupa bukit yang menjulang di tepi Kali Serang tepatnya di bagian selatan Waduk Kedung Ombo, Kabupaten Sragen. Di atas bukit itu bersemayam Pangeran Samudro, salah satu putra raja terakhir Majapahit yang masuk dan belajar Islam dan menyebarkan agama. Sepeninggalnya ribuan peziarah berdatangan ke makamnya hingga kini terutama di bulan Suro (Muharram – Kalender Islam).

Namun sejak era 1970-an kawasan yang juga masuk dalam lokasi tujuan wisata di Sragen ini bersinar di mata ribuan pengunjungnya dengan cara yang lain. Tidak hanya karena hormat pada sang Pangeran beberapa peziarah saat itu juga mulai melakoni ritual ziarah dengan cara sesat. Mereka yang datang tidak hanya dari kawasan sekitar Sragen saja tetapi juga datang dari berbagai lokasi di Indonesia terutama Jawa.

Pada musim air tinggi lokasi Gunung Kemukus tampak seperti pulau yang terpisah dari daratan utama (dari arah timur atau jalan raya Solo – Purwodadi). Saat musim itu pengunjung harus menggunakan jasa perahu penyeberangan untuk menuju kawasan ini. Sementara saat air waduk mengering jalan dan jembatan penghubung akan muncul di antara kebun-kebun jagung yang juga bermunculan setiap kali air menyusut.
Pada saat saya mengunjungi objek wisata ini kondisi Kali Serang sedang mengering. Perahu-perahu penyeberangan tampak “tergeletak” di antara kebun jagung warga. Panas matahari saya rasakan lebih menyengat saat berada di kawasan ini. Hanya saat berada di puncak bukit Gunung Kemukus saja suasana teduh dapat saya rasakan.

2.      Akses ke lokasi
Dari arah jogja terlebih dahulu kita melewati kota Solo. Menuju arah Jl Purwodadi-Solo Luruas terus dengan mengikuti petunjuk arah Jl Purwodadi-Solo. Setelah sampai di Wilayah Sumberlawang akan ada papan penunjuk arah Gunung kemukus ke barat dan sampailah kita ke makam pangeran samudero yang berada di puncak bukit.






3.      Wawancara
a.      Bapak Hadi Sujatno
Bapak hadi Sujatno Menjelaskan banyak hal tentang gunung kemukus sebagai juru kunci makam tersebut. Dia mengatakan bahwa setiap satu suro dan malam jum at Pon Gunung kemukus selalu ramai oleh wisatawan yang berziarah dia bahkan memberi saya buku jejak Pangeran Samudero secara Cuma Cuma.
b.      Bapak Handoko
Sebagai seorang wisatawan ia selalu datang rutin untuk menziarah dan berdoa di makam Pangeran Samudro. Bukan Cuma tanggal tertentu tapi hamper setiap minggunya.




Rabu, 02 Desember 2015

SUNMOR UGM

Yogyakarta adalah salah satu kota yang terkenal dengan aneka ragam wisata nya, ada banyak sekali destinasi wisata di jogja baik alami maupun buatan. salah satu destinasi wisata buatan nya adalah Sunday Morning UGM atau biasa disebut Sunmor UGM, terletak di sepanjang jl. Prof. Dr. Notonagoro yaitu di bulaksumur atau jalan depan masjid kampus UGM.

di Sunmor terdapat banyak sekali penjual aneka barang maupun makanan. apapun yang anda cari dapat ditemukan di sunmor.








Sifat Produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tak dapat dipindahkan. Orang tak bisa membawa produk wisata pada langganan, tetapi langganan itu sendiri harus mengunjungi, mengalami dan datang untuk menikmati produk wisata itu. Begitu pula Sunmor sebagai salah satu produk pariwisata, menempakan Sunmor dalam posisi “khusus”. Dimana wisatawan tidak bisa mendapatkan “suasana” ke-sunmor-an ditempat lain. Sifat pariwisata lain adalah selalu berkaitan dengan waktu, pariwisata tidak terjadi setiap saat, hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu. Hal ini sangat berkaitan dengan waktu luang atau leisure time, ketersediaan waktu bagi wisatawan memicu atau menumbuhkan motifasi untuk melakukan kegiatan kepariwisataan. Dalam konteks Sunmor yang terjadi setiap hari minggu merupakan –sesuai namanya- merupakan waktu yang tepat untuk wisatawan. Kebutuhan akan tempat rekreasi yang murah meriah dan mudah dijangkau dijawab dengan kehadiran Sunmor. Hal ini tentu menambah posisi tawar Sunmor sebagai daya tarik wisata.

Menurut Yoeti ( 1985:164-167), Syarat dasar dari sebuah objek wisata adalah adanya 3s, yaitu something to do, something do buy, something to see. Penjabaran 3s dari Sunmor sebagai berikut:
a. Something to do: Berbagai kegiatan yang bisa dilakukan di Sunmor, bukan hanya berbelanja –sifat dari pasar-. Keberadaan Sunmor yang berada dekat dengan Grha Sabha Pramana (GSP) UGM dan berada dilingkungan kampus. Memberikan lahan bagi wisatawan yang berkunjung ke Sunmor untuk berolah raga, Sifat GSP dan Areal Kampus –saat Sunmor berlangsung- sebagai penunjang Sunmor merupakan hubungan simbiosis mutualisme. Dengan citra UGM sebagai kampus kerakyatan, fungsi sosial bangunan/areal kampus UGM dapat dimanifestasikan sebagai sarana penyedia lahan terbuka untuk masyarakat Yogyakarta. Masyarakat atau wisatawan bisa melakukan aktifitas olah raga diminggu pagi di areal UGM kemudian dilanjutkan berkunjung ke Sunmor. Hubungan “organic” ini menambah penting posisi Sunmor dalam pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani masyarakat Yogyakarta.

b. Something to Buy:  Sebagai pasar tentu “membeli” adalah sifat wajib dari Sunmor, posisi Sunmor sebagai wisata belanja memang diperuntukan bagi wisatawan yang ingin membeli barang. Sunmor menawarkan berbagai produk konsumtif bagi pengunjungnya, seperti kuliner khas Yogyakarta, produk konveksi dengan harga terjangkau, barang rumah tangga dengan berbagai bentuk dan keunikan, souvenir khas Yogyakarta hingga barang-barang bekas dijual di Sunmor. Keanekaragaman produk konsumtif yang ada disunmor tidak serta merta ditemukan ditempat lain.  Keberadaan Sunmor juga memudahkan bagi wisatwan luar kota Yogyakarta untuk mencari oleh-oleh khas Yogyakarta tanpa mereka harus berkunjung ke pusat oleh-oleh.

c. Something to See: Melihat aktivitas di pasar merupakan daya tarik yang sering dikesampingkan. Lalu-lalang manusia yang sedang berinteraksi dalam proses tawar menawar merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri. Kegiatan kepariwisataan merupakan proses penambahan nilai guna dari sebuah aktivitas. Bila diklasifikasikan ada berbagai aktifitas di Sunmor yang bisa dinikmati, dari melihat proses jual-beli, panggung-panggung hiburan yang sering diadakan di area sunmor, pengamen jalanan. Merupakan kegiatan yang bisa dinikmati setiap minggu paginya. Kelengakapan syarat 3s dari Sunmor menunjukan bahwa Sunmor UGM merupakan obyek wisata yang layak untuk dikunjungi oleh wisatawan.